Lompat ke isi

Abu Ubaidah bin al-Jarrah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Infobox orangAbu Ubaidah bin al-Jarrah

Edit nilai pada Wikidata
Nama dalam bahasa asli(ar) أبو عبيدة بن الجراح Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran583 Edit nilai pada Wikidata
Makkah Edit nilai pada Wikidata
Kematian639 Edit nilai pada Wikidata (55/56 tahun)
Emmaus-Nikopolis Edit nilai pada Wikidata
Penyebab kematianPes Edit nilai pada Wikidata
Tempat pemakamanDeir Alla cemetery (en) Terjemahkan Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
AgamaIslam Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
Pekerjaanpolitikus, pemimpin militer Edit nilai pada Wikidata
KonflikPertempuran Badar, Pertempuran Yarmuk, Pengepungan Yerusalem dan Pertempuran Uhud Edit nilai pada Wikidata

Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin al-Jarraḥ (583-639 M) (Arab:أبو عبيدة عامر بن عبدالله بن الجراح) adalah Sahabat Nabi Muhammad dan termasuk Sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga. Nama lengkapnya Amir bin Abdullah bin Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Harits bin Fihr.[1] Abu Ubaidah terkenal dengan gelar yang disematkan Nabi Muhammad sebagai kepercayaan umat.

Abu Ubaidah bin al-Jarrah adalah Muhajirin dari kaum Quraisy Mekkah yang termasuk paling awal untuk memeluk agama Islam. Beliau masuk Islam melalui Abu Bakar. Beliau memiliki perawakan tinggi, kurus, tipis jenggotnya, berwibawa wajahnya dan dua gigi seri depannya ompong karena mengambil mata rantai pengikat topi besi pelindung yang menancap dipipi Muhammad saat Perang Uhud.

Ia ikut berhijrah ke Habasyah (saat ini Ethiopia) dan kemudian, Ia hijrah ke Madinah. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Saat perang Badar ia terpaksa membunuh anaknya karena membela diri saat diserang anaknya sendiri. Dalam pertempuran Dzatus Salasil, Abu Ubaidah dikirim Nabi Muhammad untuk membantu pasukan Amru bin Ash.[1] Setelah wafatnya Nabi Muhammad, Ia merupakan salah satu calon Khalifah bersama dengan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.[1]

Setelah terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah, Dia ditunjuk untuk menjadi panglima perang memimpin pasukan Muslim untuk berperang melawan Kekaisaran Romawi pada 13 H di Syam (Suriah)[2]. Abu Bakar kemudian menugaskannya sebagai pimpinan kota Homs sementara di sisi utara Damaskus.

Semasa Khalifah Umar bin Khathab, Abu Ubaidah membebaskan wilayah Damaskus, Palestina dan sekitarnya setelah Pertempuran Ajnadain, serta memimpin perang besar selama 5 hari yang dikenal Perang Yarmuk bersama Khalid bin Walid. Dalam perang ini telapak tangan Abu Ubaidah tembus terluka terkena tusukan pedang pasukan Romawi.[1]

Setelah pembebasan Damaskus, Umar datang berkunjung ke Syam (Suriah) ditemani Abu Ubaidah yang ditetapkan sebagai Gubernur Damaskus. Rumah tempat tinggal Abu Ubaidah di Damaskus sangat sederhana sehingga Umar menangis saat melihatnya. Suatu hari Khalifah Umar mengirim 400 dinar (sekitar 1,2 Milyar rupiah) kepada Abu Ubaidah dan segera dibagi-bagikan kepada rakyatnya yang membutuhkan.[1]

Abu Ubaidah meninggal di Damaskus disebabkan oleh wabah penyakit. Dan diimakamkan di Deir Alla, Yordania pada 18 H diusia 58 tahun tanpa meninggalkan keturunan.[3]

Makam Abu Ubaidah bin Al-Jarrah di Deir Alla, Yordania

Keutamaan

[sunting | sunting sumber]

Abu Ubaidah bin al-Jarrah memiliki beberapa keutamaan dalam Islam, di antaranya adalah:

  1. Termasuk dalam Assabiqunal Awwalun, atau rombongan pertama yang masuk Islam. Beliau masuk Islam melalui Abu Bakar.[4]
  2. Orang kerpercayaan Umat ini. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim bahwa Muhammad bersabda, "Sesungguhnya setiap umat memiliki amin (orang yang paling amanah/kepercayaan), dan amin umat ini adalah Abu Ubaidah."[5]
  3. Turut serta dalam Perang Badar dan berbagai pertempuran lain bersama Muhammad, dan berbagai pertempuran lain setelah Muhammad mati.[4]
  4. Dipilih menjadi Panglima perang oleh Muhammad di Perang Dzatus Salasil, sedangkan diantara pasukannya ada dua sosok mulia, yaitu Abu Bakar dan Umar.[4]
  5. Sosok yang pantas menggantikan Umar menjadi pemimpin kaum Muslimin. Umar pernah berkata ketika menjelang datang ajalnya,"Seandainya Abu Ubaidah bin Jarrah masih hidup, ia pasti menjadi bagian diantara orang-orang yang akan saya angkat sebagai penggantiku. Sehingga jika Rabb-Ku menanyakan hal itu, aku akan menjawab, "Saya telah mengangkat orang kepercayaan Allah dan kepercayaan Rosul-Nya." [4]
  6. Peta Ekspansi Pasukan Muslim di Syam (Suriah) oleh Abu Ubaidah
    Menjadi Sabahat yang mencabut potongan besi yang menancap dipipi Muhammad. Pada perang Uhud, dimana Posisi kaum muslimin sudah sangat terdesak, Muhammad terkana anak panah. Beruntung beliau memakai pelindung kepala, namun Dua buah mata rantai pengikat topi besi putus dan menancap ke pipi Muhammad. Maka Abu Ubaidah bin Jarrah pun mengambil potongan besi itu dengan mulutnya hingga membuat dua giginya lepas.[4]
  7. Diutus Muhammad ke Najran, Yaman untuk berdakwah, mengajar Al-Qur'an, As Sunnah dan Islam. Ketika penduduk Najran datang kepada Muhammad untuk meminta pengajar, Muhammad bersabda, "Sungguh aku akan mengirimkan bersama kalian seorang yang terpercaya, benar-benar terpercaya, benar-benar terpercaya". Dan orang dimaksud Muhammad tersebut tidak lain adalah Abu Ubaidah bin Jarrah.[4]
  8. Dipilih oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab menjadi panglima perang Di SYam melawan Romawi menggantikan Khalid bin Walid[4]
  9. Diberi gelar Amirul Umara, pemimpinnya pemimpin. Meski demikian beliau tetap Rendah hati dan berkata, "Wahai umat manusia, saya ini adalah seorang muslim dari suku Quraisy. Siapa saja diantara kailan baik ia berkulit merah atau hitam, yang lebih bertaqwa daripada diri saya, hati saya ingin sekali berada dalam bimbingannya".[4]
  10. Diangkat oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab sebagai pemimpin di Syam.[4]
  11. Sangat tawadhu meskipun memiliki jabatan yang tinggi. Suatu ketika Sayydina Umar berkunjung ke rumah Abu Ubaidah bin Jarrah, sedang saat itu Abu Ubaidah telah menjadi pemimpin Syam. ternyata dirumahnya tidak ditemukan satupun perabot rumah tangga, kecuali hanya pedang, tameng dan pelana binatang tunggangannya. Umar bertanya kepadanya, "Mengapa engkau tidak mengambil bagian untuk dirimu sendiri, sebagaimana yang dilakukan orang lain,?" Abu Ubaidah menjawab, "Wahai amirul mukminin, keadaan ini telah menyebabkan hatiku lega dan merasa tenang".[4]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala. Jakarta: Pustaka Azzam. hlm. 2. ISBN 9786022362708. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  2. ^ Tabari, Imam (1993). Tarikh of al-Tabari. New York: State University of New York Press. hlm. 81. ISBN 0-7914-0851-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  3. ^ Tuhfatun Nazhar Fi Gaharaibil Amshar Wa'Ajaibil Asfar, Ibnu Batuthah, Darus-Syirqil 'Arabiy Hal. 45, tahun 2016.
  4. ^ a b c d e f g h i j Muhammad Khalid, Khalid (Rabiul Akhir, 1439 H). Biografi 60 Sahabat Nabi. Jakarta Timur: Ummul Qura'. hlm. 247–254. ISBN 9786029896886. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  5. ^ Shahih Bukhari, Kitab Fadhail As-Shahabah, Bab fi Manaqib Abu Ubaidah