Andaleh, Luak, Lima Puluh Kota
Andaleh merupakan salah satu Nagari di kecamatan Luak di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, Indonesia.
Andaleh | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | ![]() | ||||
Provinsi | Sumatera Barat | ||||
Kabupaten | Lima Puluh Kota | ||||
Kecamatan | Luak | ||||
Kode Kemendagri | 13.07.04.2004 ![]() | ||||
Luas | 6,4 km² | ||||
Jumlah penduduk | 5.284 jiwa (2022) | ||||
Kepadatan | ... /km² | ||||
Situs web | andaleh-limapuluhkotakab | ||||
|
Wilayah Administratif
[sunting | sunting sumber]Nagari Andaleh[1] terdiri dari 8 jorong, yakni:
- Tarok
- Tabek Buruak
- Kapalo Koto
- Kampuang Tangah
- Pincuran Gadang
- Galo Gandang
- Tanjuang Baruah
- Baliak Bukik
Sejarah
[sunting | sunting sumber][2]Menurut kisah yang diwariskan dan amanat yang disampaikan secara turun-temurun oleh orang tua-tua dahulu, asal-usul Nagari Andaleh[[Kategori:Andaleh] berasal dari Pariangan, Padang Panjang. Asal muasal Nagari Andaleh ini tidak terlepas dari proses pengembangan dan penyebaran penduduk Minangkabau. Sebelum menjadi nagari, tentu saja awalnya dimulai dari dusun dan taratak. Kejadian ini merupakan dasar dari perkembangan penduduk yang berpindah-pindah dalam wilayah luak nan tigo, yaitu Luak Tanah Datar, Luak Agam, dan Luak Lima Puluh Kota yang menjadi bagian dari Minangkabau.
Dengan perkembangan penduduk tersebut, sebagaimana menurut kisah yang diceritakan, penduduk berkembang dari Pariangan Padang Panjang yang berada di Luak Tanah Datar. Pepatah adat mengatakan:
“Di mana pelita menyala, di atas telong (tempat lampu) bertali, dari mana nenek moyang kita berasal, dari puncak Gunung Marapi.”
Dengan kata-kata yang bulat itu, maka terbentanglah alam, dan manusia mulai berkembang biak, hingga mereka berpindah-pindah dalam wilayah luak nan tigo. Pertama ke Luak Tanah Datar, kedua ke Luak Agam, dan ketiga ke Luak Lima Puluh Kota. Karena nenek moyang kita yang menyusun adat di Minangkabau memang ada, terdapat dua tokoh adat besar yang disebut sebagai "adat yang diadatkan", yang mana awalnya disebut dalam pepatah juga sebagai:
"Mulanya adam mendapat tempat, dunia dalam sifat Tuhan."
Kemudian turunnya aturan dari Raja kepada Datuak Katamanggungan. Dari sanalah segala sesuatu mulai tertata berdasarkan kekuasaan Tuhan, dunia bermufakat, dan kesepakatan kata disatukan oleh Datuak Parpatiah Nan Sabatang.
Dan kata-kata tersebut merupakan peninggalan dari para leluhur kita berdua yang tidak tertulis, tetapi disampaikan secara lisan dalam bentuk petuah. Lalu para nenek moyang yang turun ke Andaleh mulai mencari tempat kediaman, pertama secara berpindah-pindah, kemudian berangsur menetap, hingga akhirnya terjadi dusun, berkembang menjadi taratak, kemudian menjadi koto, dan akhirnya menjadi nagari.
Falsafah adat mengatakan:
"Iku koto kapalo koto, di tengah 'pusek jalo kumpulan ikan' (pusat dari segala urusan dan keramaian)."
Karena para nenek moyang kita sepakat saat itu bahwa segala bentuk adat nagari akan dimulai di sana. Mereka membawa adat dan sistem pemerintahan ke dalam koto dan nagari, dan mereka pula yang memegang aturan adat dan menjaga nilai-nilai warisan leluhur berupa adat, sako, dan pusako.
Para leluhur menyampaikan bahwa masyarakat Balimo itu bersaudara. Berdasarkan adat dan pusako-nya, mereka disebut "anak jajakan", yakni anak-anak yang berasal dari Aia Tabik Andaleh Batanjuang Kubu, dan memiliki hubungan kekerabatan hingga ke Banda Tunggang yang berada dalam genggaman Datuak Panghulu Basa, seorang pemimpin yang memegang pusaka dan memiliki kekuasaan adat yang tajam seperti sakti.
Cerita yang diturunkan dan diwariskan tentang Nagari Andaleh tidak boleh hilang walau setitik pun, tidak boleh dilupakan walau sejenak pun. Seandainya hilang, itu akan seperti cap jari di batu; namun adat dan lembaga yang ditinggalkan tetap tinggal.
Wilayahnya meliputi:
- Dari Jilatang Ikua hingga Sinama Mudiak,
- Sampai ke Batu Tuak Malendan,
- Ke arah barat: Bukit Sarang Alang dan Aie Biru,
- Bukit Panjang dan Batu Ampa,
- Padang Panjang dan Sigalabuak,
- Palompatan dan Lurah Tanjung.
- Ke arah timur: Jilatang, Batu Boko, Padang Lawe, Lurah Tuak Madang,
- Hingga Luak Ambang dan Kubujaruang,
- Sawah Liek dan Barumbuang.
Susunan nagari: Badusun, Bataratak, Balabuah, Batapian, Babalai, Bamusajik, Bakoto – maka jadilah Banagari.
Rinciannya:
- Badusun: Galo Gandang (12 dusun),
- Padangauan: Pincuran Gadang (3 tempat),
- Bataratak: Tarok (Bungo Satangkai),
- Batu Boko: Tabek Buruak,
- Taratak Koto Asiang: Baliak Bukik,
- Bakoto: Kapalo Koto (disebut "Urang nan Anam"),
- Nagari: Pusek Jalo Kumpulan Ikan (meliputi Kampuang Tangah dan Tanjung Baruah).
Kapalo Koto, menurut adat Nagari Andaleh, adalah wilayah dari “Urang Nan Anam di Kato”.
Di tengah-tengah Pusek Jalo Kumpulan Ikan adalah Ulayat Datuak Pangulu Basa, pucuk yang bulat, akar yang kuat. Yang dikenal memiliki sakin tajam (kemampuan memimpin dengan tegas). Tarok Dusun Padangauan, Baliak Bukik, dan Taratak Koto Asiang adalah bagian dari ulayat tersebut.
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Alkisah dahulunya sebab dinamakan Andaleh adolah banyaknya hidup tumbuhan batang kayu andaleh, di hamparan Kenagarian dinamakan dengan Batang Andaleh atau Kayu Andaleh. Sedangkan menurut filosofi dan ungkapan lainnya Nagari Andaleh disebut juga dengan nagari “Andalan” (Dapat diandalkan) dari anak nan balimo.
Pariwisata
[sunting | sunting sumber]Beberapa[3] tempat yang menjadi tujuan wisata di Andaleh, diantaranya :
- Bukik Kociak
- Bukik Congkak
Referensi
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau tahun 2021
- (Indonesia) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan
- (Indonesia) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan